Kumpulan Kata Mutiara Kitab Al Hikam Ibnu Athailah Bagian 10: Amal Sia-Sia
Dalam kumpulan kata mutiara Kitab Al Hikam karya Ibnu Athalilah bagian sepuluh, tertulis 'Amal perbuatan adalah kerangka; ruh yang membuatnya hidup adalah keikhlasan yang mewujud secara tersembunyi dalam amalan tersebut'. Kata mutiara ini mengisyaratkan bahwa yang menjadi kunci keberhasilan seseorang di jalan Allah bukan amal perbuatannya, melainkan keikhlasan yang melahirkan amal tersebut. Tanpa ikhlas, segalanya akan sia-sia dan percuma.
HAL YANG MEMBUAT AMAL SIA-SIA
Amal perbuatan adalah kerangka; ruh yang membuatnya hidup adalah keikhlasan yang mewujud secara tersembunyi dalam amalan tersebut.
Amal perbuatan adalah kerangka; ruh yang membuatnya hidup adalah keikhlasan yang mewujud secara tersembunyi dalam amalan tersebut.
Kita sudah membahas masalah syariat dan tarikat di pembahasan kata mutiara kedelapan. Semua amal perbuatan hendaknya disesuaikan dengan hukum Allah. Kita mengikuti perintah salat, berzakat, berpuasa, dan seterusnya demi senantiasa mengingat Allah. Kita tidak berzina, merokok, mabuk-mabukan, dan sebagainya juga demi membuat konsentrasi terhadap Allah tidak berkurang. Namun, amalan-amalan ini hanyalah kerangka, hanyalah tubuh yang mati. Amalan-amalan ini tidak akan berarti tanpa keikhlasan. Rasa ikhlas ini berfungsi sebagai ruh, yang menggerakkan jiwa dan tubuh untuk menjalani hidup yang sesungguhnya; yang membuat amal tadi berarti.
Tengoklah dalam kehidupan sehari-hari. Berapa banyak orang yang sudah beribadah, namun tidak mendapatkan apa pun dari ibadah tadi? Salat lima waktu dilakukan, tapi korupsi tetap berjalan. Zakat diperbanyak, namun rasa memiliki harta tetap nomor satu. Puasa Ramadhan sudah ditambah dengan puasa sunat, tapi tak bisa mengontrol emosi ketika disakiti. Orang yang berperilaku seperti ini menandakan bahwa ia tak pernah memahami ibadah. Baginya ibadah hanyalah ritual yang harus dilakukan tanpa konsekuensi apa pun; ia menyembah Allah hanya karena keluarga dan orang-orang di sekitarnya melakukan hal serupa. Ia bagaikan robot yang bergerak tanpa perasaan; tidak mengetahui bahwa dalam segala sesuatu, selalu ada rahasia tersembunyi.
Di balik salat, ada tujuan mengingat Allah dalam setiap tarikan napas kita. Bagaimana mungkin seseorang yang mengingat Allah bisa melakukan korupsi? Di balik ibadah zakat, ada ajaran bahwa semua yang seolah-olah milik kita, ternyata tetap saja merupakan hak orang lain. Bagaimana mungkin orang yang sudah berzakat, masih bisa mengklaim uang seratus rupiah sekalipun? Di balik ibadah puasa, ada tujuan untuk mengendalikan hati yang mudah terombang-ambing.
Kita tidak mungkin begitu suci di dunia ini; tidak boleh marah, tidak berhak menangis, atau tidak layak berbahagia. Namun, hendaklah kita dapat mengontrol perasaan-perasaan tersebut. Marahlah ketika harus marah. Tapi, jangan membuat seluruh dunia tertimpa kemarahan kita.
Menangislah ketika harus menangis. Tapi, jangan menangis hanya untuk mendapatkan perhatian atau belas kasih orang lain. Berbahagialah ketika hati mendapatkan kenyamanan. Namun, jangan sampai ketika berbahagia, kita lupa ada orang lain yang menangis di sebelah kita. Kalau kita masih labil mengontrol emosi, apa bedanya dengan remaja yang disebut alay? Kalau tak bisa menyalurkan emosi, apa bedanya kita dengan para pemabuk yang berceloteh seenaknya?
Contoh-contoh tadi menunjukkan adanya efek tersendiri dari ibadah; yaitu membawa seseorang menuju pada kepribadian yang lebih baik; membuat kita menjadi sosok yang bijaksana dan mudah menerima segala hal. Efek ini tidak muncul begitu saja, tetapi karena perilaku ibadah yang konsisten bertahun-tahun. Efek ini tidak tercipta secara sengaja, namun murni dari seberapa jauh seseorang mampu mendapatkan pencerahan dari Allah. Jika sudah lebih dari dua puluh tahun kita beribadah dan tidak ada tanda-tanda kesantunan bersikap dan ketulusan mengabdi kepada Allah, kita tentu perlu mengoreksi niat dan cara beribadah.
Sudahkah kita beramal hanya karena Allah? Jangan-jangan kita beribadah karena takut berbeda dari orang lain; karena mengira dengan ibadah akan mendapatkan surga. Percayalah, jika alasan ini yang melekat dalam hati dan pikiran, selamanya kita tidak akan mungkin mendapatkan ruh keikhlasan dari amal perbuatan.
Komentar
Posting Komentar