Kisah Hikmah Pencerah Hati: Burung Beo Cerdik dan Pedagang Dungu

 Kisah Hikmah Pencerah Hati: Burung Beo Cerdik dan Pedagang Dungu

Ada seorang pedagang yang mengurung burung beonya dalam sangkar. Ketika sang pedagang berniat melakukan perjalanan bisnis ke India, tanah kelahiran burung tersebut. Sang pedagang bertanya pada burung tersebut apakah sang beo punya pesan untuk dikirim ke sanak saudaranya di Hindustan. Burung beo meminta sang pedagang untuk melepaskan dirinya dari sangkar. Namun, sang pedagang menolak. Akhirnya, sang beo meminta pedagang untuk menyampaikan keadaannya kepada sanak saudaranya sesama beo di hutan India bahwa sang beo terus terkurung dalam kandang. Pedagang berjanji untuk menyampaikan pesan ini.

Ketika tiba di India, selesai berbisnis, sang pedagang langsung memberitahu kawanan beo. Bukannya mendengar, salah satu burung beo jatuh dan langsung mati. Pedagang itu merasa bahwa pesan bahwa sang beo terpenjara sangat memukul perasaan saudara burung beo tersebut.  Oleh karena itu, sang pedagang buru-buru pulang.

Sang burung beo bertanya kepada pedagang tersebut, apakah tuannya membawa kabar gembira dari India. Sang pedagang tentu saja menggeleng dan berkata, “Tidak. Malah, aku membawa kabar buruk. Seekor saudaramu langsung mati dan jatuh dekat kakiku begitu mendengar kabar tentangmu.”

Selanjutnya, sang pedagang menegur keras burung beonya karena mengirim pesan yang tak senonoh; yang membuat saudaranya mati. Bukannya mendengar kisah sang pedagang, sang beo justru terjatuh dan tergeletak mati di kandangnya. Sang pedagang kaget. Ia meratapi kematian beonya, mengira bahwa beo ini lebih terpukul daripada saudaranya. Sudah jauh-jauh mengirimkan salam, ternyata yang diberi salam malah mati mendengar penderitaannya. Akhirnya, sang pedagang meletakkan mayat sang beo di luar kandang.
“Malangnya nasibmu burung,” keluh sang pedagang.

Betapa terkejutnya sang pedagang ketika ternyata “mayat” beo hidup kembali dan terbang menjauh. Ternyata, burung beo India hanya pura-pura mati untuk menyarankan cara pembebasan diri sang burung beo dari kurungannya.
“Kini kau tahu bahwa yang kau kira kabar buruk itu, ternyata merupakan kabar baik bagiku. Pesan penting dari saudaraku, yaitu cara untuk membebaskan diriku, ternyata telah disampaikan kepadaku melalui kamu, yang dulu menangkapku,” kata Burung Beo. Lalu, Beo itu terbang bebas setelah sekian lama terkurung di dalam sangkar.

Hikmah dalam Kisah Burung India
Barangkali, jika pikiran kita dipenuhi keburukan, kita akan mengira bahwa kisah ini menunjukkan muslihat keluarga burung beo. Padahal, kisah ini, seperti halnya kisah Nabi Musa yang dialirkan ke sungai dengan menggunakan tabut , sebenarnya menyimpan rahasia bahwa manusia (digambarkan oleh burung beo) dapat dilatih melalui pengalaman-pengalaman, bukan hanya dari membaca buku dan praktik atas teori seperti yang dilakukan dalam metode pengajaran Barat.

Lebih jauh, kisah Burung India ini secara tepat menggambarkan keadaan kita di dunia. Kita adalah burung beo di dalam sangkar, yang dipaksa menyanyi oleh tuannya, sang pedagang, yang merupakan gambaran umum dunia. Betapa banyak “burung beo” yang tidak menyadari bahwa sebenarnya ia disangkarkan, dirampas kebebasannya oleh dunia, bahkan lebih suka menyanyi dan berbicara menirukan dunia (dalam kasus burung beo, menirukan ucapan sang pedagang). Padahal, tempat burung beo semestinya bukan di sangkar; justru di alam bebas.

Oleh karena keterbatasan pandangan burung beo selama di dalam sangkar, ia membutuhkan Sahabat, Allah (dalam kisah burung beo, saudaranya yang berasal dari India). Melalui Sahabatlah kita sebagai burung beo menyadari apa yang harus dilakukan untuk melepaskan diri dari dunia: mati sebelum mati atau tidak memedulikan keinginan duniawi. Dunia tidak akan menyadari informasi yang diberikan Sahabat kepada kita seperti halnya pedagang yang tidak curiga ketika burung beo India mati demi “mengajarkan sesuatu yang rahasia” kepada burung beo dalam sangkar.

Informasi tersebut tentunya terdapat dalam Alquran dan Hadis; dan mesti diolah dengan pengalaman. Tanpa diolah dengan pengalaman, Alquran dan Hadis diibaratkan sebagai pedang yang diberikan kepada monyet atau permata kepada babi. Senjata atau perhiasan itu tidak berfungsi sebagaimana mestinya. Bahkan, bisa jadi senjata atau perhiasan itu membunuh monyet dan babi (pedang ditusukkan pada diri sendiri atau babi menelan permata).

Yang patut diperhatikan adalah ucapan sang pedagang kepada burung beo. Awalnya, sang pedagang mengira, berita kematian burung beo India adalah pukulan berat bagi burung beo dalam sangkar. Yang dimaksud berita buruk oleh pedagang nyatanya merupakan berita baik bagi beo dalam sangkar. Bandingkan dengan manusia. Bagi orang yang tidak menyadari Akhirat, keadaan mati sebelum mati (berserah diri kepada Allah) menyedihkan karena artinya tidak bisa “bernyanyi dalam sangkar”. Namun, bagi orang-orang yang mengerti, mati sebelum mati adalah langkah awal agar kita “bisa bernyanyi di luar sangkar, mendekati Sang Sahabat Sejati”

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Kumpulan Kata Mutiara Terbaik Jalaludin Rumi (Masnawi I) Mukadimah

Jenis-Jenis Istighfar: Adab Beristighfar dalam Kisah Nabi Yakub dan Nabi Yusuf

Amalan Doa Sehari-Hari: Zikir Malam Hari (Sebelum Tidur)