Kisah Hikmah Pencerah Hati: Toko Lampu dan Dua Manusia
Pada suatu malam yang gelap gulita, dua orang bertemu di ujung jalan yang sunyi. Keduanya bercakap-cakap tentang Toko Lampu yang menyimpan lampu penerang hidup.
Yang pertama memulai percakapan, “Saya mencari sebuah toko di daerah dekat sini, siapa tahu Anda mengetahuinya, namanya Toko Lampu.”
Orang kedua tersenyum ramah dan berkata,”Saya kebetulan orang di daerah ini. Saya dengan mudah akan menunjukkannya kepada Saudara.”
Yang pertama menggeleng, “terima kasih. Saya harus bisa menemukan Toko Lampu itu dengan usaha sendiri. Saya sudah diberi petunjuk yang sudah saya catat.”
“Lalu, kenapa Saudara mengatakan hal itu kepada saya?” tanya orang kedua.
“Ah, saya ini hanya seng saja,” kata yang pertama.
“Jadi Saudara ingin ditemani, tidak ditunjukkan arahnya?”
“Ya, itulah maksud saya.”
Orang kedua menghela napas, “Saudara mesti menyadari, lebih mudah bagi Saudara kalau diberi petunjuk arah oleh penduduk daerah ini. Lagipula Saudara sudah berjalan sejauh ini dan malam sudah gelap gulita. Mulai dari jalan ini ke Toko Lampu, langkah Anda akan semakin sulit.”
Yang pertama berkeras, “Saya percaya kepada hal-hal yang sudah dikatakan kepada saya sebelum datamh ke kota ini. Hal-hal tersebut sudah berhasil membawa saya sejauh ini. Artinya, hal-hal itu benar adanya. Saya tidak yakin bisa mempercayai sesuatu atau orang lain yang belum terbukti kebenarannya.”
Orang kedua gusar, “Jadi, meskipun Saudara mempercayai pemberi keterangan yang pertama, Saudara tidak diajari cara memilih orang yang bisa Saudara percayai?”
“Begitulah.”
“Saudara mempunyai tujuan lain?” tanya orang kedua lebih datil.
“Tidak. Saya hanya mencari Toko Lampu.”
“Boleh saya bertanya, kenapa Saudara mencari Toko Lampu?”
“Hmmm … alasannya, saya diberi tahu para ahli bahwa di tempat itulah saya bisa mendapatkan alat –alat yang memungkinkan seseorang membaca dalam gelap.”
“Saudara benar tentang deskripsi Toko Lampu. Namun, ada syarat dan sedikit keterangan tentang Toko Lampu. Saya ragu apakah orang yang dulu memberitahu Anda sudah memberitahukan hal itu kepada Saudara,” kata Orang Kedua.
“Apakah syarat tersebut?” kata Yang Pertama penasaran.
“Syarat untuk bisa membaca dengan lampu adalah: Saudara harus sudah bisa membaca,” jawab Yang Kedua.
“Saudara tidak bisa membuktikannya!” Yang Pertama berdalih.
“Tentu saja dalam malam gelap semacam ini saya tidak bisa membuktikannya.”
“Lalu, apa yang Anda maksud dengan sedikit keterangan?”
“Sedikit keterangan itu adalah kenyataan bahwa Toko Lampu itu masih di tempatnya semula, tetapi lampu-lampunya sudah dipindah ke tempat lain.”
“Saya tidak tahu 'lampu' itu apa. Menurut pemahaman saya, tampaknya Toko Lampu adalah tempat menyimpan alat tersebut. Oleh karena itulah ia disebut Toko Lampu.”
“Saudaraku, 'Toko Lampu' bisa mempunyai dua makna yang bertentangan. Yang pertama, 'Tempat lampu-lampu bisa didapatkan’. Makna keduanya, “Tempat lampu-lampu bisa didapatkan, tetapi kini lampu-lampu tersebut tidak ada lagi.”
“Saudara tidak bisa membuktikannya!” desak Orang Pertama
“Saudara akan dianggap tolol oleh kebanyakan orang.”
“Justru banyak orang yang akan menganggap Saudara tolol. Mungkin Saudara tidak tolol. Saudara mungkin mempunyai maksud tersembunyi, menyuruh saya pergi ke tempat teman Saudara yang berjualan lampu. Mungkin saja Saudara tidak menginginkan saya mempunyai lampu sama sekali,” kata Orang Pertama dengan curiga.
“Saya ini lebih buruk dari yang Saudara bayangkan. Saya tidak menjanjikan Saudara akan bertemu 'Toko Lampu'. Saya membiarkan Saudara menganggap bahwa masalah Saudara akan terpecahkan di sana. Tapi, yang pertama-tama ingin saya ketahui, apakah Saudara bisa membaca? Saya tentu bisa mengetahuinya seandainya Saudara berada dekat sebuah toko semacam itu. Mungkin pula lampu bisa didapatkan Saudara dengan cara lain.”
Kedua orang itu saling memandang dengan sedih, sejenak, menyesali keadaan masing-masing. Lalu keduanya mengambil jalan terpisah, melanjutkan perjalanannya.
Kita adalah orang yang mencari Toko Lampu tadi, mencari Allah. Saking konsistennya dalam mencari Toko Lampu, berharap bahwa lampu-lampu masih ada di sana, kadang kita mudah curiga dengan orang lain yang menempuh cara berbeda dengan kita atau malah menunjukkan cara mencari Allah dengan langkah yang berbeda dari langkah umum.
Komentar
Posting Komentar